JAKARTA. Media Dinamika Global.id. Anggota Komisi XII DPR RI, Irsan Sosiawan, menegaskan bahwa kepentingan nasional harus menjadi fondasi utama dalam proses tender pengadaan data dasar geospasial dan peta dasar wilayah yang kini tengah disiapkan Badan Informasi Geospasial (BIG). Proyek strategis bernilai besar itu menargetkan penyediaan data geospasial skala besar untuk kawasan urban maupun nonurban di seluruh Indonesia.
Menurut Irsan, proyek ini bukan sekadar kerja teknis, melainkan instrumen vital untuk memastikan kedaulatan data Indonesia.
“Yang jelas, mestinya memprioritaskan kepentingan nasional. Indonesia harus jadi yang utama. Soal siapa partnernya nanti—dari China atau negara lain—silakan saja, terbuka. Yang penting, partner itu strategis dan menguntungkan Indonesia,” ujar Irsan, Kamis (20/11/2025).
Legislator Fraksi NasDem itu menekankan urgensi proyek tersebut. Data geospasial yang akurat akan menjadi pijakan penting bagi perencanaan tata ruang, pengelolaan wilayah, hingga penentuan potensi sumber daya alam secara tepat.
“Ini penting untuk memaksimalkan progres pemetaan tata ruang dan menghasilkan data yang benar-benar konkret,” tegasnya.
Dengan hadirnya data geospasial yang lengkap dan presisi, lanjutnya, pemerintah dapat menentukan potensi suatu wilayah secara ilmiah dan terukur, bukan hanya berdasarkan perkiraan.
“Jangan sampai kita menebak-nebak potensi cadangan atau kekayaan alam di seluruh kepulauan Indonesia,” kata Irsan.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil Aceh II, Irsan juga mengingatkan BIG agar berhati-hati dalam menentukan mitra kerja. Ia menekankan bahwa kerahasiaan sumber daya alam tidak boleh bocor ke pihak asing, terlebih jika mitra tersebut berasal dari negara yang memiliki kepentingan geopolitik besar.
“Jangan sampai rahasia sumber daya alam kita diketahui negara lain,” ujarnya mengingatkan.
Irsan turut menanggapi isu yang beredar di publik bahwa tender tersebut telah mengarah ke perusahaan asal Tiongkok. Ia mengaku belum menerima laporan resmi terkait hal itu dan meminta BIG untuk memberikan klarifikasi dalam RDP mendatang.
“DPR belum menerima informasi tersebut. Kami harap BIG bisa menjelaskannya mengingat urgensi besar proyek ini bagi Indonesia,” tuturnya.
Proyek geospasial ini memang menjadi sorotan publik, salah satunya karena pendanaannya menggunakan soft loan Bank Dunia dengan nilai mencapai USD238 juta atau sekitar Rp4 triliun. Isu keterlibatan perusahaan Tiongkok dalam tender tersebut pun memicu kekhawatiran soal kedaulatan data dan keamanan sumber daya alam Indonesia. (Tim MDG)
