HALSEL, Mediadinamikaglobal.id|Dugaan kebocoran solar subsidi di APMS Babang, Kecamatan Bacan Timur, semakin menguat. Gerakan Pemuda Marhaenisme (GPM) Halmahera Selatan mendesak aparat penegak hukum, Pertamina, dan Pemerintah Daerah segera turun tangan menindak tegas praktik ilegal yang diduga telah berlangsung lama dan merugikan masyarakat kecil.
Ketua DPC GPM Halsel, Harmain Rusli, SH, menilai persoalan di APMS Babang bukan lagi sekadar kelalaian, tetapi sudah masuk kategori pembiaran.
“Bila benar ada oknum yang membeli solar berulang dan menjual kembali dengan harga tinggi, itu pelanggaran serius. Aparat tidak boleh diam,” tegas Harmain.
Ia menyoroti laporan bahwa solar subsidi dijual kembali dengan harga Rp 11.000 per liter, jauh di atas ketentuan pemerintah.
Salah satu sumber terpercaya yang enggan disebut identitasnya menyampaikan bahwa pengawasan internal APMS Babang patut diragukan. Ia menuturkan adanya dugaan kolaborasi terselubung antara oknum pengawas dan beberapa sopir yang rutin mengantre.
“Diragukan sekali pengawasan di APMS Babang, karena ada kerja sama antara pengawasan dan driver mobil yang melakukan antrian,” ungkap sumber tersebut.
Lebih jauh, ia mengungkap keberadaan kendaraan dengan tangki rakitan atau modifikasi. Tangki yang seharusnya hanya berkapasitas 50 liter, dapat terisi hingga 100 liter bahkan lebih dalam satu kali pembelian.
Praktik ini memperkuat dugaan bahwa celah pengawasan dimanfaatkan untuk memperkaya pihak tertentu dengan memanfaatkan solar subsidi.
GPM Halsel juga menilai sistem barcode yang diterapkan di APMS Babang tidak berjalan. Bukannya menjadi alat kontrol, barcode diduga hanya menjadi formalitas untuk menutupi lemahnya pengawasan lapangan.
“Mobil L300 bisa mengisi berulang tanpa kendala. Artinya, ada yang tidak beres,” ujarnya.
GPM mengingatkan bahwa penyalahgunaan BBM bersubsidi bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi merupakan tindak pidana.
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, Pasal 55: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
“Aturan jelas. Kalau masih ada pembiaran, publik akan menilai hukum tidak berjalan di daerah ini,” tegas Harmain.
GPM Halsel menuntut pengelola APMS Babang bertanggung jawab penuh atas lemahnya pengawasan yang membuka ruang bagi oknum memanfaatkan solar subsidi untuk bisnis pribadi. Kondisi ini berdampak langsung pada masyarakat Bacan Timur, terutama nelayan dan pengguna kendaraan harian yang kesulitan mengakses solar subsidi.
GPM Siap Lakukan Aksi Jika Tidak Ada Langkah Tegas “Kami akan terus mengawal persoalan ini. Jika tidak ada tindakan nyata, kami siap turun aksi,” tegas Harmain.
Hingga berita ini dipublikasikan, APMS Babang belum memberikan tanggapan resmi atas temuan & desakan GPM, maupun dugaan kerja sama oknum dalam rantai distribusi solar subsidi tersebut.
Uches
