Lampung Selatan - Mediadinamikaglobal.id || Proyek pembangunan breakwater (pemecah ombak) senilai Rp27 miliar di Desa Canti, Rajabasa, Lampung Selatan, yang didanai dari APBN, menuai sorotan tajam. Dugaan pelanggaran terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, mulai dari penggunaan material hingga kualitas pekerjaan, memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Cak Anwar, seorang aktivis pengawas proyek pusat dan daerah, mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran proyek tersebut. Ia mendesak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Way Mesuji Provinsi Lampung untuk memperketat pengawasan terhadap setiap item yang dibelanjakan oleh kontraktor, PT. Fata.
"Proyek dengan anggaran Rp27 miliar ini yang kini sudah dalam progres 75 persen itu seharusnya diawasi dengan ketat, terutama pada item bahan baku seperti batu bolder yang mencapai 60 persen dari material penahan ombak," ujar Cak Anwar. Ia menambahkan, jika dihitung berdasarkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), potensi kebocoran anggaran sangat besar.
Dirinya merinci beberapa perkiraan pengeluaran berdasarkan RAB proyek, yang menunjukkan potensi ketidaksesuaian dengan standar keuntungan yang diatur dalam Perpres. Ia menyoroti bahwa keuntungan kontraktor dari proyek pemerintah idealnya maksimal 15% dari nilai proyek.
"Berdasarkan perhitungan kami, laba yang diperoleh PT. Fata bisa mencapai Rp9,84 miliar, jauh di atas standar 15% atau sekitar Rp4,05 miliar," ungkap cak Anwar. Ia juga menyoroti tidak adanya anggaran untuk pengadaan geotekstil, material penting sebagai lapisan penahan sedimen.
Cak Anwar juga menyinggung adanya dugaan praktik ijon atau setoran proyek kepada pemenang tender oleh oknum pejabat BBWS. Ia mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menyelidiki potensi keterlibatan pejabat BBWS dalam meloloskan pembayaran yang tidak sesuai fakta atau adanya pelanggaran hukum di lapangan.
Masyarakat setempat juga mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran proyek senilai 27 miliar tersebut "Kita bisa hitung ulang sama sama, apakah nilai proyek ini benar-benar efektif dan sesuai ketentuan,selain ada pekerjaan minor (pendukung), untuk material pekerjaan utama hanyalah di pembelanjaan pengadaan dan pemasangan batu bolder dan buis beton ," kata Cak Anwar.
Dugaan penyimpangan ini berdampak pada kualitas mutu pekerjaan. Cak Anwar mengungkapkan bahwa hampir seluruh sub kontraktor pendukung kontraktor pelaksana dipertanyakan standar spesifikasi jenis dan kualitas material. Bahkan, geotekstil sebagai material lapisan penahan sedimen pada landasan dasar proyek tidak terpasang oleh kontraktor PT. Fata. Kualitas mutu ready mix cor beton juga perlu diuji lab kembali.
"Jika semua ini belum terpenuhi, kami akan meminta ke pihak balai besar untuk tidak tergesa-gesa memberikan karpet merah untuk proses pembayaran dengan dalih semua pekerjaan sudah sesuai progres. Ini bisa kita laporkan juga pejabat balainya, jangan-jangan mereka juga sudah dapat bagian dari pemborong ini," tegasnya.
Cak Anwar juga mempertanyakan mengapa proyek-proyek besar yang bersumber dari APBN tidak dikerjakan oleh kontraktor BUMN yang memiliki pengalaman dan standar mutu yang jelas. Ia menduga ada intervensi dari oknum BBWS dalam meloloskan pemenang tender. ( Fs/Red)