Bima NTB, Media Dinamika Global.id.// Kuasa hukum Saifulah H. Anwar (Saifulah HA SangiangaApi) Chairul Fatihin, membantah tudingan bahwa kliennya melakukan rekayasa atau menutup-nutupi fakta dalam peristiwa hilangnya Kifen di kawasan Gunung Sangiang Api, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Chairul menegaskan, seluruh tindakan kliennya telah dilakukan sesuai prosedur, dan informasi faktual yang diterima saat kejadian. Ia menyebut, sejak awal peristiwa itu tidak mengandung unsur tindak pidana.
“Informasi awal yang diterima klien kami berasal dari pihak keluarga dan merupakan laporan kehilangan, bukan laporan kematian ataupun dugaan kejahatan,” kata Chairul dalam keterangan tertulis, Jumat (27/12).
Menurut dia laporan pertama diterima pada Senin, 15 Desember 2025 sekitar pukul 06.00 WITA dari Bunaidin, paman dari ibu kandung Kifen. Saat itu disampaikan bahwa Kifen hilang saat berburu kambing liar di puncak Gunung Sangiang.
Koordinasi dengan Pemerintah Desa dan SAR
Menindaklanjuti laporan tersebut, kliennya langsung berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Sangiang. Atas arahan pemerintah desa, laporan kehilangan kemudian diteruskan ke Pos SAR Bima, mengingat lembaga tersebut memiliki kewenangan teknis dalam pencarian orang hilang di medan ekstrem.
“Penyusunan kronologis dilakukan dengan menghadirkan pihak keluarga agar informasi yang disampaikan valid dan dapat dipertanggungjawabkan,” ungkap pengacara muda itu.
Selain ke Pos SAR, kronologis kehilangan juga disampaikan kepada Kapolsek Wera. Ia menilai, pelaporan ke SAR merupakan langkah paling relevan dan efektif dalam konteks pencarian di kawasan gunung.
Ia juga menyebut, pola pelaporan tersebut pernah dilakukan sebelumnya dalam kasus warga Desa Sangiang yang hilang di laut, dan saat itu juga ditangani oleh SAR.
Penghentian Pencarian atas Permintaan Keluarga
Operasi pencarian resmi oleh Tim SAR Bima dimulai pada hari yang sama, 15 Desember 2025. Namun, setelah beberapa hari pencarian tidak membuahkan hasil, pihak keluarga menyampaikan permintaan penghentian operasi.
“Pada 17 Desember 2025, ayah kandung korban menyatakan secara lisan kepada Tim SAR bahwa ia mengikhlaskan anaknya dan meminta pencarian dihentikan,” kata alumni Fakultas Hukum Unram itu.
Permintaan tersebut ungkapnya, kemudian dituangkan dalam Surat Pernyataan Penghentian Operasi SAR, hasil musyawarah keluarga di rumah orang tua Kifen. Surat tersebut ditandatangani oleh ayah korban, serta disaksikan oleh Sekretaris Desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan perwakilan keluarga.
Chairul menegaskan, Saifulah H. Anwar tidak terlibat dalam musyawarah tersebut, karena saat itu sedang fokus menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Pulau Sangiang.
Upaya Tambahan dan Bantuan Relawan
Meski operasi SAR dihentikan, kliennya tetap melakukan upaya tambahan. Ia berkomunikasi dengan Bupati Bima untuk meminta dukungan teknologi pencarian, termasuk penggunaan drone thermal.
Selain itu, ia juga menghubungi jejaring pecinta alam dan mahasiswa pencinta alam (Mapala). Upaya tersebut kemudian melibatkan Mapala Universitas Muhammadiyah Bima dan Mapala UNSWA Bima, dengan dukungan dari masing-masing pimpinan kampus.
“Langkah-langkah tersebut menunjukkan adanya itikad baik dan tanggung jawab sosial, bukan upaya pengalihan atau penutupan fakta,” ujar Chairul.
Bantah Tuduhan Rekayasa
Terkait tidak adanya laporan awal ke kepolisian, Chairul menyebut hal itu sejalan dengan praktik hukum yang berlaku. Menurutnya, laporan kehilangan pada tahap awal umumnya hanya menghasilkan surat keterangan kehilangan dan tidak langsung diikuti operasi pencarian di lapangan.
Ia menegaskan, tudingan bahwa kliennya merekayasa peristiwa atau menutupi fakta tidak memiliki dasar hukum dan tidak didukung alat bukti yang sah.
“Tuduhan tersebut merupakan asumsi sepihak yang berpotensi mencemarkan nama baik klien kami,” kata Chairul.
Chairul menambahkan, seluruh tindakan kliennya dilakukan secara sah, proporsional, dan berdasarkan informasi yang tersedia pada saat kejadian. (Tim MDG)