Jakarta, Media Dinamika Global.Id || Gelombang protes yang pecah sejak 25 Agustus lalu, terus meluas menjadi kerusuhan di berbagai daerah. Aksi massa yang berujung pada pembakaran, penjarahan, dan bentrokan dengan aparat telah menelan sekitar 8 korban jiwa, lebih dari 1.200 orang ditangkap dan 20 orang dinyatakan hilang.
Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Yoga Aldo Novensi, menilai kerusuhan ini bukan sekadar dipicu oleh kenaikan tunjangan anggota DPR yang nilainya mencapai sepuluh kali lipat dari upah minimum Jakarta. Lebih dari itu, ia menyebut kemarahan rakyat merupakan cerminan dari ketidakadilan sistemik yang dibiarkan berlangsung terlalu lama.
“Rakyat marah bukan hanya karena tunjangan DPR yang tidak masuk akal. Masalah sebenarnya adalah ketimpangan yang semakin melebar, kesulitan mencari nafkah, dan represifitas aparat yang merespons suara rakyat dengan kekerasan. Ini bom waktu yang akhirnya meledak,” ujar Yoga dalam keterangannya, Selasa (2/9).
LMND yang baru saja menyelesaikan Kongres X di Nusa Tenggara Barat (28 Agustus – 1 September 2025) menegaskan sikap politiknya dalam menjawab situasi nasional. Selain memilih kepemimpinan baru dengan Yoga Aldo Novensi sebagai Ketua Umum dan Riski Oktara Putra sebagai Sekretaris Jenderal, kongres juga merumuskan Program Pokok Perjuangan LMND yang salah satunya adalah mendorong penerapan pajak kekayaan (wealth tax).
Menurut Yoga, pajak kekayaan dapat menjadi solusi konkret dalam menjawab ketimpangan ekonomi yang semakin akut. Pajak ini, jelasnya, bukan sekadar PPh atau PPN, melainkan pungutan atas harta mengendap milik orang-orang super kaya, mulai dari saham, properti mewah, hingga tabungan jumbo.
“Dengan skema progresif, misalnya 1% untuk harta di atas Rp150 miliar dan naik jadi 2–3% untuk harta di atas Rp1 triliun, negara bisa memperoleh sumber pendapatan baru tanpa membebani rakyat kecil,” ungkapnya.
Baca juga :
https://www.mediadinamikaglobal.id/2025/09/jaga-kondusifitas-pemprov-ntb-perkuat.html
https://www.mediadinamikaglobal.id/2025/09/pimpin-upacara-ptdh-kapolres-bima-ini.html
LMND bahkan melakukan simulasi sederhana. Jika 50 orang terkaya Indonesia yang total asetnya diperkirakan mencapai US$200 miliar (Rp3.200 triliun) dikenakan pajak kekayaan rata-rata 1%, potensi penerimaan negara bisa mencapai Rp30–50 triliun per tahun. Dana sebesar itu, kata Yoga, dapat digunakan untuk memperkuat jaring pengaman sosial, antara lain:
Pendidikan gratis bagi seluruh warga negara.
Subsidi pangan pokok untuk menekan harga beras, minyak goreng, dan gula.
Perluasan BPJS gratis bagi pekerja Informal.
“Pajak kekayaan bukan hanya instrumen fiskal, tapi juga simbol perlawanan terhadap ketidakadilan struktural. Argentina sudah pernah menerapkannya di masa pandemi 2020 dan berhasil mengumpulkan miliaran dolar untuk program sosial. Indonesia bisa belajar dari itu,” tegas Yoga.
Ia menutup pernyataannya dengan menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah berani. “Negara harus hadir untuk rakyat, bukan hanya menjaga kepentingan segelintir elit. Pajak kekayaan adalah jalan keluar nyata dari krisis ketimpangan yang kita hadapi hari ini,” pungkasnya. (Surya Ghempar).