Mojokerto, Media Dinamika Global.Id || Ada sejumlah hal vital yang riil dan bukan wacana, yang diperlukan petani tebu dari pemerintah. Sejumlah hal yang dari awal musim giling tebu (Mei 2025), hingga kini Jum'at 26 September 2025, tidak juga teratasi oleh pemerintah meskipun telah berulang kali rapat koordinasi (rakor) di tingkat provinsi, bahkan rakor di pusat dengan kementerian.
Namun setelah rakor-rakor termasuk dengan menteri, hingga kini permasalahan inti belum terselesaikan terutama soal banyaknya gula milik petani tebu yang tidak bisa terjual. Padahal dari Peraturan Presiden (Perpres) 40 Tahun 2023 diantaranya ada target Swasembada Gula (gula konsumsi) Nasional harus tercapai pada tahun 2028, untuk gula rafinasi (untuk keperluan industri) tahun 2030. Sedangkan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman yang kelahiran Bone (Sulawesi Selatan) tanggal 27 April 1968 itu memajukan target menjadi tahun 2027 untuk gula konsumsi.
Saat ini belum swasembada gula saja, gula milik petani tebu tidak bisa terjual? Hingga jadi pertanyaan besar, apakah pemerintah serius untuk swasembada gula seperti swasembada beras yang sudah tercapai dalam waktu singkat dan dibanggakan oleh Presiden Prabowo Subianto Djojohadikusumo saat pidato di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) beberapa hari lalu. Ataukah dalam soal gula ada indikasi mafia gula?
Di Jawa Timur yang merupakan pemasok gula nasional terbesar, dengan sekitar 49 persen gula berasal dari Jatim, permasalahan tersebut juga akut terjadi seperti pada level nasional. Bisa menjadi bom waktu. Apalagi beberapa kali ratusan ribu petani tebu akan turun ke Jakarta untuk demonstrasi meskipun beberapa kali pula tertunda karena menunggu situasi-kondisi lebih kondisi pasca demo besar-besaran beberapa waktu lalu yang hampir menjadi chaos total.
Apakah ada mafia gula seperti mafia pada Pertamina?
Masa' harus Presiden Prabowo yang harus turun tangan langsung lagi untuk mengatasi Tata Niaga Gula Nasional, seperti ketika ada kebijakan menteri yang menyangkut tambang dan elpiji yang menimbulkan kegaduhan nasional? Ataukah ada kesengajaan membuat kegaduhan agar timbul perspektif negatif terhadap Presiden Prabowo? Padahal dari awal dilantik pada 20 Oktober 2024 tahun lalu, Presiden Prabowo yang kelahiran tanggal 17 Oktober 1951 (akan HUT ke-74 pada 17 Oktober 2025, red.) itu telah menunjukkan banyak hal riil keberpihakan pada rakyat, lebih-lebih yang kecil-kecil.
Persoalan Tata Niaga Gula Nasional, persoalan gula milik petani tebu sulit terjual merupakan persoalan yang muncul tiap tahun sejak belasan tahun lalu. Namun pada tahun 2025 merupakan yang terparah. Padahal merupakan musim panen tebu yang pertama pada era Presiden Prabowo Subianto. Perlu Revolusi Tata Niaga Gula Nasional untuk sukseskan swasembada gula. Juga perlu perlindungan hukum yang lebih jelas dan lebih pasti untuk para petani tebu, terutama agar ada jaminan pasar, agar tidak terombang-ambing tiap tahun.
Diantara faktor penyebab tidak jelasnya Tata Niaga Gula yaitu banyaknya impor gula rafinasi (gula untuk industri), yang kemudian rembes atau dijual ke pasaran umum, ke pasaran gula konsumsi. Sesuatu yang harusnya mudah diatasi oleh pemerintah namun hingga kini belum teratasi. Apakah kalah dari mafia gula? Jika ada mafia gula, Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu tuntaskan. Jangan berhenti pada kasus Tom Lembong yang kemudian diberi Abolisi oleh Presiden Prabowo.
Kurang lebih hal tersebut diungkapkan H. Tasirin SH MH (Abah Tasirin) Forum Petani Tebu, yang membawahi sejumlah wilayah di Jawa Timur termasuk Kota Mojokerto, Kab. Mojokerto, Kab. Jombang, Kab. Gresik dan Kab. Lamongan.
"Intinya, pemerintah dengan kementerian serta instansi terkait sedang diuji, apakah berpihak pada rakyat ataukah tidak? Dan harus segera membuat langkah riil agar gula milik seluruh petani tebu bisa terjual, agar petani bisa segera budidaya tebu lagi untuk mendukung tercapainya swasembada gula. Jika gula tidak segera terjual, maka petani tebu tak akan punya modal lagi untuk budidaya tebu," tandas Tasirin yang juga pengawas DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) Jawa Timur, yang dikenal peduli pada persoalan riil masyarakat.
Dikatakannya, itu baru dari satu persoalan yang merugikan petani tebu, pada tahun pertama Prabowo Subianto menjabat Presiden RI.
Persoalan lain yang juga vital dan konyol serta sangat merugikan petani tebu bahkan membahayakan untuk Pabrik Gula (PG) yang mayoritas miliki BUMN (pemerintah) ialah adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 16 Tahun 2025 yang dikeluarkan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pada 30 Juni 2025.
Yang dirasa aneh dan juga konyol, Mendag kelahiran Sukoharjo, Jawa Tengah (9 Februari 1968, red.) itu mengeluarkan Permendag tersebut tanggal 30 Juni 2025, padahal pada bulan Mei merupakan awal musim panen tebu hingga bulan Oktober. Ada apa?.
Budi Santoso yang karir awal hingga puncaknya pada jalur birokrasi, pada saat berhenti tahun 2024 bergabung denga partai PAN pimpinan Zulkifli Hasan (Zulhas). Zulhas yang kelahiran Lampung Selatan 31 Agustus 1962 itu pada saat ini menjabat Menko Pangan, dimana sebelumnya adalah Menteri Perdagangan pada era Presiden Jokowi.
Isi Permendag 16 / 2025 yang merugikan petani tebu diantaranya Pasal (93) Huruf (c), pada bagian yang mengatur pencabutan persetujuan impor bahan bakar lain melalui sistem INATrade, yang membuka keran impor etanol secara lebih lebar. Adanya impor etanol tanpa kuota, tanpa perlu persetujuan impor, dan tanpa rekomendasi Kementerian Perindustrian.
Dengan impor etanol tanpa kuota, tanpa persetujuan impor, dan bebas bea masuk, menyebabkan tetes tebu / molase lokal tidak terserap dan harganya anjlok. Penghasilan petani tebu pun berkurang. Apalagi molase tidak bisa disimpan untuk jangka waktu yang agak lama sekalipun. Jika rusak, tidak ada harganya lagi.
Hingga terjadi penumpukan stok molase yang dapat mengancam pabrik gula berhenti giling. Proses tebu diproduksi menjadi gula pun bisa terancam, pada gilirannya tebu hasil produksi petani tidak bisa digiling yang sangat merugikan petani, yang juga akan menghambat pencapaian Swasembada Gula.
Untuk itu, dengan carut - marutnya hal tersebut, H. Tasirin SH MH berharap Presiden Prabowo Subianto Djojohadikusumo agar segera turun langsung untuk memperbaikinya. Termasuk Tata Niaga Gula Nasional, Revolusi Tata Niaga Gula, termasuk membatalkan Permendag 16 / 2025. "Kita berharap, sepulang Presiden Prabowo dari Sidang Umum PBB, agar segera memperbaiki Tata Niaga Gula, Revolusi Tata Niaga Gula. Agar petani bisa budidaya tebu dengan tenang, dan ada perlindungan hukum yang lebih pasti. Karena jika tidak, bisa terjadi kegagalan Swasembada Gula," tandas Tasirin. Pendapat Anda? Sms atau WA kesini= 081216271926 / 081215754186 (*).
