M.Yahya S.H. Kritik Tajam Terkait Revisi UU (KUHAP) Hukum Acara Pidana Oleh DPR RI - Media Dinamika Global

Jumat, 21 November 2025

M.Yahya S.H. Kritik Tajam Terkait Revisi UU (KUHAP) Hukum Acara Pidana Oleh DPR RI


Jakarta, Media Dinamika Global.id.// Ketua Bidang Riset dan Teknologi (RISTEK) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bima, M. Yahya, S.H., menyampaikan kritik tajam terkait pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi Undang-Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Selasa (18/11/2025). Yahya menilai UU KUHAP yang baru mengandung sejumlah pasal kontroversial yang berpotensi mencederai prinsip kemanusiaan dan membuka ruang penyalahgunaan wewenang penegak hukum.

Yahya menekankan bahwa setiap pembaruan hukum positif, termasuk KUHAP, seharusnya setia pada prinsip moralitas, perlindungan, dan keadilan universal. Namun, menurutnya, beberapa ketentuan dalam UU KUHAP 2025 dikhawatirkan justru menjadi instrumen kekuasaan alih-alih penjaga keadilan.

Kewenangan Penyelidikan dan Risiko Penjebakan Salah satu poin polemik utama yang disorot adalah perluasan kewenangan penyelidikan yang termaktub dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf (e) dan (f). Pasal tersebut memberikan izin bagi penyelidikan dilakukan melalui cara penyamaran dan pembelian terselubung. IMM Cabang Bima berpendapat ketentuan ini akan membuka peluang rekayasa kasus dan memicu terjadinya penjebakan serta manipulasi perkara, terutama dalam kasus narkotika. “Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap kinerja kepolisian akhir-akhir ini, perluasan kewenangan penegakan hukum oleh Polisi justru menjadi momok yang mencemaskan publik,” ujar Yahya melalui pernyataan tertulis, Sabtu (22/11/2025).

Tumpang-Tindih Keadilan Restoratif Kritik lain ditujukan pada pengaturan mekanisme penyelesaian masalah di luar persidangan (diversi), khususnya konsep Keadilan Restoratif (Restorative Justice – RJ) yang diatur dalam Pasal 78-83.

Yahya menyoroti Pasal 79 Ayat (8) yang menyatakan bahwa mekanisme Keadilan Restoratif dapat dilakukan melalui Penyelidikan oleh Penyidik Polisi. Ia berargumen bahwa penangguhan tuntutan atau alternatif penyelesaian perkara seharusnya merupakan domain Kejaksaan berdasarkan prinsip opportunity principle. Menurutnya, penempatan konsep RJ di tahap Penyelidikan berisiko mengabaikan keadilan dan berpotensi terjadi pemerasan karena penyelidikan adalah tahap fact finding, bukan domain untuk menangguhkan tuntutan. Selain itu, ia mendesak agar pemerintah dan DPR meninjau ulang pasal-pasal kontroversial ini, memastikan bahwa UU KUHAP menjadi instrumen yang mengembalikan martabat hukum sebagai penjaga keadilan, bukan alat kekuasaan.(Sekjend MDG)


Comments


EmoticonEmoticon