Korea Selatan Salurkan Dana Rp7 Juta Per Bulan Bagi Para "Jomblo Kesepian


Media Dinamika Global.Id.- Sejumlah anak muda Korea Selatan tersisih dari dunia, hidup sendiri dan kesepian. Karena itu pemerintah menawarkan akan membayar mereka agar mau "berbaur kembali dengan masyarakat".

Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga mengumumkan pekan ini, pihaknya akan memberikan dana sampai 650.000 won atau sekitar Rp7,3 juta per bulan bagi anak-anak muda yang jomblo dan kesepian ini. Tujuannya untuk memberikan dukungan stabilitas psikologi dan emosional serta kesehatan mereka

Dikutip dari CNN, Minggu (16/4/2023), menurut data Kementerian Kesetaraan Gender dan Keluarga, sekitar 3,1 persen orang Korea berusia 19 sampai 39 tahun adalah "anak muda kesepian yang tertutup," dikategorikan hidup dalam "ruang terbatas, dalam kondisi yang tersisih dari dunia luar selama waktu tertentu, dan sulit menjalankan kehidupan normal".

Jumlah anak muda yang masuk dalam kategori ini sekitar 338.000 orang di seluruh Korea Selatan, dengan 40 persen mulai terisolasi di masa remaja, menurut kementerian. Berbagai faktor dianggap berperan, termasuk kesulitan keuangan, penyakit mental, masalah keluarga atau tantangan kesehatan.

Program ini secara khusus menargetkan anak muda, bagian dari pelaksanaan UU Pendukung Kesejahteraan Anak Muda, yang bertujuan untuk mendukung orang-orang yang terisolasi dari masyarakat, juga menyasar remaja tanpa wali atau perlindungan sekolah yang berisiko kenakalan.

Uang bulanan tersebut akan diberikan kepada anak muda kesepian yang tertutup berusia 9 sampai 24 tahun yang tinggal dalam rumah tangga berpendapatan di bawah pendapatan nasional menengah atau sekitar 5,4 juta won atau Rp61,1 juta per bulan untuk rumah tangga yang terdiri dari 4 orang.

Untuk mendapatkan dana ini, anak-anak muda harus mengajukannya di pusat kesejahteraan pemuda; wali da guru mereka juga bisa mendaftar atas nama anak muda tersebut.

"Remaja yang tertutup bisa mengalami pertumbuhan fisik lebih lambat karena hidup yang tidak teratur dan nutrisi yang tidak seimbang, dan kemungkinan besar mengalami kesulitan mental seperti depresi karena kehilangan peran sosial dan adaptasi yang tertunda," jelas kementerian tersebut.

Laporan kementerian juga merinci beberapa studi kasus termasuk salah satu mahasiswa yang mengalami masalah mental dan kesulitan bersosialisasi, berusaha keras beradaptasi dengan kehidupan kampus tapi pada akhirnya memilih tidak berangkat kuliah dan menarik diri.

Beberapa mahasiswa juga mengalami kekerasan domestik dan kelaparan di rumah, sehingga sulit keluar rumah atau menjalin hubungan dengan orang luar.

( Morex Bima 05).

Load disqus comments

0 comments