Presiden Prabowo Subianto didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan keterangan terkait Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Anggota DPR RI, Irma Suryani Chaniago, menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak perlu menggubris persoalan usulan pemakzulan Wapres Gibran.
Jakarta, Media Dinamika Global.id.
-- Prabowo disebut tidak perlu gubris usulan pemakzulan Gibran, anggota DPR bantah pernyataan Ray Rangkuti.
Hingga saat ini surat usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka masih ada di DPR RI.
Belum ada respons lanjutan dari DPR terkait nasib surat usulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI itu.
Diamnya Presiden Prabowo Subianto pun dinilai hal yang wajar.
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, menegaskan Presiden Prabowo Subianto tidak perlu menggubris persoalan usulan pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Irma melontarkan pernyataan tersebut untuk mematahkan statement dari pengamat politik Ray Rangkuti yang menyebut Prabowo menyetujui pemakzulan Gibran karena selama ini hanya diam.
Ray sempat menyebut, tidak adanya tanggapan apapun dari Prabowo terkait isu pemakzulan Gibran, menandakan Prabowo menyetujui usulan dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI itu.
"Nggak perlu (digubris), karena itu bukan haknya presiden, Itu haknya DPR, MPR, jadi untuk apa digubris," kata Irma, dikutip dari tayangan program Kompas Petang, Kamis (19/6/2025).
"Kalau itu digubris artinya presiden juga membuka dirinya sendiri ke publik. Dia menyetujui Gibran mendampingi beliau ketika mau menjadi wakil presiden," ujarnya.
Menurut Irma, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuat Gibran dapat maju mencalonkan diri sebagai cawapres sudah final dan mengikat.
Oleh karena itu, lanjut Irma, masyarakat tidak perlu ribut hingga melakukan usulan pemakzulan terhadap wapres Gibran seperti yang dilakukan Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
"Semua GR banyak yang dilakukan ke MK dan dikabulkan, kenapa hanya soal Gibran saja banyak yang tunggang-langgang," ujar Irma.
"Menurut saya, GR itu sah-sah saja, dikabulkan atau tidak dikabulkan, karena kan keputusan MK itu final dan mengikat," imbuhnya.
Irma mengatakan Prabowo diam bukan berarti ia menyetujui, melainkan hanya tidak ingin terlibat dalam hal-hal yang menjadi hiruk pikuk orang-orang yang ingin Gibran dimakzulkan.
"Karena kalau Gibran dimakzulkan, sebentar lagi beliau (Prabowo) pasti juga akan dimakzulkan, karena dua-duanya memang pengin dimakzulkan sama orang-orang itu," jelasnya.
Irma meminta publik bersabar menunggu respons dari DPR RI.
"Saya sebagai anggota DPR RI tentu sah-sah aja kalau ada surat masuk ke DPR," kata dia.
"Sah-sah saja, tapi DPR juga harus menjadi Dewan Perwakilan Rakyat, masih banyak yang lebih penting diselesaikan DPR daripada sekadar merespons politik praktis semacam ini," ungkapnya.
Usulan pemakzulan Wapres Gibran yang ditandatangani Jenderal TNI Purn Fachrul Razi, Jenderal TNI Purn Tyasno Soedarto, Marsekal Purn Hanafi Asnan, dan Laksamana Purn Slamet Soebijanto ini hingga kini masih berada di tangan parlemen.
Sebelumnya, Ray Rangkuti menilai diamnya Prabowo selama ini adalah tanda, Ketua Umum Partai Gerindra itu membiarkan isu pemakzulan Gibran terus bergulir.
"Kalau bagi saya melihat respons Pak Prabowo itu bukan melihat setuju, kalau beliau misalnya setuju itu dengan diam saja artinya beliau setuju," kata Ray Rangkuti.
"Tapi respons yang ditunggu itu beliau mengatakan menolak. Jadi dengan diamnya beliau sampai sekarang, tidak memberi respons setuju atau menolak, ya kita artinya mengatakan diam-diam presiden membiarkan kasus ini bergulir," ujarnya.
Menurut Ray Rangkuti, bungkamnya Prabowo selama ini justru membuat Forum Purnawirawan Prajurit TNI makin semangat untuk melanjutkan usulan pemakzulan Gibran ke parlemen.
Tindakan Prabowo yang tidak menunjukkan menolak keinginan para purnawirawan TNI tersebut disebut Ray Rangkuti sebagai lampu hijau melanjutkan pemakzulan tersebut.
"Mau bungkam mau terbuka itu adalah strategi politik. Kalau misalnya sampai sekarang presiden bungkam, justru itu yang memicu semangat dari para purnawirawan ini untuk membawa persoalan ini ke DPR Karena mereka tidak melihat bahwa presiden sejak awal menolak keinginan mereka untuk melakukan pemakzulan itu," ujar Ray Rangkuti.
"Karena tidak ditolak, lalu tidak ada juga upaya kegiatan yang melindungi saudara Gibran, baik pernyataan maupun tingkah dan sebagainya, lalu forum purnawirawan ini menyampaikannya ke DPR memang sebagai mekanisme yang tepat," jelasnya.
Ray Rangkuti menilai, jika Prabowo sejak awal memberi sinya kuat untuk berada dalam posisi tidak setuju dengan usulan Forum Purnawirawan Prajurit TNI terkait pemakzulan Gibran itu, maka surat usulan tersebut belum tentu dikirim sampai ke DPR.
"Uniknya, setelah sampai ke DPR surat itu juga diperlakukan sama," tuturnya.
"Biasanya kalau misalnya ada upaya untuk tidak menginginkan upaya pemakzulan itu ya saya kira boleh jadi surat ini akan lama untuk dibacakan di forum paripurna," lanjutnya.
Sosok 4 jenderal purn TNI yang desak Gibran dimakzulkan
Forum Purnawirawan Prajurit TNI mendesak proses pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI dipercepat.
Mereka telah menyurati Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.
Permintaan pemrosesan pemakzulan Gibran tersebut tertera dalam surat tertanggal 26 Mei 2025, yang ditujukan kepada Ketua MPR Ahmad Muzani dan Ketua DPR Puan Maharani.
"Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian bunyi surat tersebut.
Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Bimo Satrio, membenarkan surat tersebut.
Surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu telah dikirimkan ke Sekretariat Jenderal MPR dan Sekretariat Jenderal DPR pada Senin (2/6/2025) kemarin.
Ada empat jenderal purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
Berikut sosok empat jenderal purnawirawan TNI itu dirangkum Tribunnews.com:
1. Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi
Fachrul Razi mantan Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju sejak 23 Oktober 2019.
Ia direshuffle oleh Presiden Jokowi dan digantikan Yaqut Cholil Qoumas pada 23 Desember 2020.
Fachrul lahir di Aceh, 26 Juli 1947.
Karier tertingginya yakni sebagai Wakil Panglima TNI pada periode 1999-2000.
Sejumlah posisi di militer pun pernah dipegang oleh jebolan Akademi Militer tahun 1970 itu.
Mulai dari Komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kujang 1 Kostrad, Wakil Asisten Operasi KASAD, hingga Kepala Staf Daerah Militer VII/Wirabuana dan Gubernur Akademi Militer.
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Asisten Operasi KASUM ABRI, Kepala Staf Umum ABRI, hingga Sekjen Departemen Pertahanan.
2. Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan
Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan lahir pada 7 November 1945, di Bangkalan, Jawa Timur.
Dia ikut menandatangani surat dorongan untuk memproses pemakzulan Gibran di parlemen.
Hanafie lulusan AKABRI pada tahun 1969.
Hanafie Asnan mengawali karier sebagai militer di TNI Angkatan Udara setelah menyelesaikan pendidikan di Akabri Bagian Udara pada 1 Desember 1969.
Ia mengemban jabatan KSAU pada Juli 1998 sampai April 2002 di era Presiden BJ Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
3. Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto
Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto lahir 14 November 1948, di Magelang, Jawa Tengah
Ia menyelesaikan pendidikan militernya di Akabri pada 1970.
Tyasno Soedarto pernah menjabat sebagai Pangdam IV/Diponegoro.
Dia dipromosikan Wiranto menjadi Kepala Badan Intelijen Strategis TNI pada 1999.
Setelah itu, Tyasno Soedarto menempati posisi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada periode 20 November 1999 hingga 9 Oktober 2000.
4. Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto
Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto lahir 4 Juni 1951 di Mojokerto.
Ia lulus dari pendidikan militer Akabri Bagian Laut pada 1973.
Slamet Soebijanto kemudian menempuh pendidikan Alut Baru/Ops. School, Belanda, pada 1980.
Dia pernah menduduki sejumlah posisi, seperti Kasie Navi KRI Thamrin (1974), Kadep Navop KRI Rakata (1980), Kasilingstra Ditdik Seskoal (1991), dan Waasrenum TNI (2000).
Dia pernah menjabat sebagai Wagub Lemhannas pada 2003.
Kemudian pada 18 Februari 2005 hingga 7 November 2007, ia ditunjuk sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL/ Tim MDG)