Proyek Breakwater Bernilai Dua Puluh Tujuh Miliar di Lampung Selatan Jadi Sorotan, Aktivis Pertanyakan Dugaan Penyimpangan.
Lampung Selatan - Mediadinamikaglobal.id || Proyek pembangunan breakwater (pemecah ombak) di Desa Canti, Rajabasa, Lampung Selatan, senilai 27 miliar yang bersumber dari APBN, terus menjadi sorotan publik. Dugaan penyimpangan mulai dari sumber material hingga kualitas pekerjaan memicu kekhawatiran masyarakat setempat.
Cak Anwar, seorang aktivis yang berfokus pada pengawasan proyek pusat dan daerah, mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran proyek tersebut. Ia mendesak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Way Mesuji Provinsi Lampung untuk lebih ketat dalam pengawasan setiap item yang dibelanjakan oleh kontraktor.
"Proyek dengan pagu 27 miliar ini seharusnya diawasi lebih ketat, terutama pada item-item pada bahan baku seperti batu bolder yang mencapai 60 persen untuk penggunaan material penahan ombak," ujarnya. Cak Anwar menambahkan, jika dihitung Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk material tersebut, potensi kebocoran anggaran sangat besar.
Cak Anwar kemudian merinci beberapa perkiraan pengeluaran jumlah harga di kali volume jumlah material proyek pada RAB dengan harga tertinggi ,sebagai berikut:
1. Pembelanjaan batu bolder dengan volume ± 15 ribu kubik, asumsi harga per meter kubik Rp.500.000 X 15.000 = Rp.7,5 milyar.
2. Pembelanjaan/pengadaan untuk buis beton , asumsi harga buis beton per satuan.Rp.500.000 X 4000.buis= Rp.2 miliyar.
3. Upah tenaga kerja/HOK sebanyak 100 orang, asumsi upah per hari Rp.100.000 X 100 orang X 120 (hari pengerjaan) = Rp.1,2 miliyar.
4. Sewa alat berat (6 unit), asumsi harga sewa per unit. Rp.300.000 (per jam) X 8 (jam per hari) X 120 (hari bekerja) = Rp.1, 728 milyar.
5. Bahan bakar minyak (industri/resmi) untuk alat berat, asumsi harga per liter Rp.21.450 X 24.000 (liter).515 juta.
6. Honor tenaga ahli operator alat berat, (6 orang), Asumsi per orang, per hari Rp.500.000 X 120 (hari) = Rp.360 juta
7. Semen Cor ready mix, asumsi harga per kubik/mobil isi 6 meter kubik Rp.6.000.000 X 30 (mobil) = Rp.180 juta.
8. Pengadaan paving blok, di sub kontrak pihak ke 3, asumsi di lelang dengan harga. Rp.300 juta.
9. Geotekstil (tidak dibelanjakan)
10. Pajak, Pph,Ppn, asumsi 27 milyar X 12,5 persen, Rp. 3,375 milyar.
11.Total belanja Rp. 17,160,000,000.
Margin profit kontraktor yang dapat dari keseluruhan pembiayaan (belanja material dan Administrasi), Asumsi pagu Rp.27 milyar di kuranga total belanja Rp.17.160.000.000 = 9,840,000,000. (Laba/profit margin PT.Fata).
Standar Keuntungan 15%
Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa, pemerintah Indonesia menyarankan bahwa standar umum keuntungan kontraktor dari proyek borongan adalah maksimal 15% dari harga pelaksanaan proyek.
Artinya, bisa kita hitung dari pagu Rp.27 milyar tersebut bila di kali 15 persen sebesar Rp.4,050,000,000, sedangkan laba dari perhitungan di atas sebesar Rp.9,840,000,000, dengan asumsi harga diatas merupakan HPS tertinggi, blum lagi adanya item kebutuhan material yang sangat penting itu tidak dibelanjakan seperti bahan geotekstil.
Cak Anwar menyoroti bahwa keuntungan maksimal kontraktor untuk proyek pemerintah setandar nya sekitar 15 persen dari nilai proyek. Ia juga menyinggung kemungkinan adanya praktik ijon atau setoran proyek kepada pemenang tender yang dilakukan oleh oknum oknum pejabat di bbws, ini yang perlu diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum (APH).
"Jangan sampai pejabat BBWS ikut terseret karena meloloskan pembayaran yang tidak sesuai fakta atau adanya pelanggaran hukum di lapangan," tegasnya.
Masyarakat juga mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran proyek sebesar Rp27 miliar tersebut. "Kita bisa hitung ulang, apakah nilai proyek ini benar-benar efektif dan sesuai ketentuan," kata Cak Anwar.
Dugaan penyimpangan ini jelas berdampak pada kualitas mutu pekerjaan. Cak Anwar mengungkapkan bahwa hampir seluruh sub kontraktor pendukung kontraktor pelaksana dipertanyakan standar spesifikasi jenis dan kualitas material. Bahkan, geotekstil sebagai material lapisan penahan sedimen pada landasan dasar proyek tidak terpasang oleh kontraktor PT. Fata. Kualitas mutu ready mix cor beton juga perlu diuji lab kembali.
"Jika semua ini belum terpenuhi, kami akan meminta ke pihak balai besar untuk tidak tergesa-gesa memberikan karpet merah untuk proses pembayaran dengan dalih semua pekerjaan sudah sesuai progres. Ini bisa kita laporkan juga pejabat balainya, jangan-jangan mereka juga sudah dapat bagian dari pemborong ini," tukasnya.
Kalo kita melihat proyek proyek besar yang bersumber dari APBN hampir seluruh kontraktornya menggunakan kontraktor BUMN yang sudah jelas mempunyai pengalaman dan standar mutu dalam pengerjaan proyek besar, klo ini sangat terlihat ada cawe cawe dari oknum oknum BBWS, terkesan sengaja meloloskan pemenang tender sperti yang saat ini menjadi sorotan. Tegas nya.( Fs/Red)