Tulang Bawang - Mediadinamikaglobal.id || Dinas Pendidikan Tulang Bawang (Disdik) Tuba, telah mengambil langkah cepat terkait viralnya pemberitaan di beberapa media online adanya Dugaan, kegiatan penarikan dana ke siswa/siswi sebesar Rp=100.000 per siswa, yang berkisaran 200an siswa/siswi di SDN 02 Makarti Tama, Kecamatan Gedung Aji Baru, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung. Selasa,. (08/10/2024)
Melalui Kabid Pendidikan Sekolah Dasar (SD), Tri Sumarto Prasetiya, S.H., M.M. yang diwakili oleh Kasi Sapras SD, Ibrahim HS,. S.E,.M.M, Langsung menanggapi pemberitaan yang sudah Viral di Beberapa Media Online tersebut, Kepala Sekolah dan Komite nya sudah kami panggil terkait adanya pemberitaan dari rekan rekan media, Selaku kepala sekolah dan Komite SDN 02 Makarti Tama, telah memberikan klarifikasi ke Dinas Pendidikan dan sudah menandatangani surat berita acara klarifikasi,” ucap Ibrahim kepada awak media,
"Sambungnya Hasil pemanggilan dan keterangan dari kasi Sapras Ibrahim mengatakan kami dari pihak Dinas tentu hanya mempunyai kewewenangan sebagai pembinaan saja dan tidak mempunyai kewewenangan untuk memonis atau memberikan sangsi,
Dan proses ini akan kami dalami dan pelajari terlebih dahulu,
Jika ada keterlibatan di Ranah hukum maka kasus ini akan kami limpahkan ke Inpistorat" tandasnya.
"Berita Sebelumnya,.!!!
Beni Setiawan menjelaskan, hal yang terjadi ini karena mereka tidak bersandar pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2017/2020 tentang Komite Sekolah, “Beni Setiawan menilai perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pungutan yang dilakukan secara masif dan berkelanjutan ini sangat menggangu orang tua, itu juga sangat bertentangan dengan aturan,” jelasnya.
Oleh karenanya “Beni Setiawan berharap kepada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten serta kepala Dinas Pendidikan kab Tuba, sebagai penanggung jawab Pendidikan untuk dapat melihat persoalan ini, “Banyak laporan masyarakat yang disampaikan ke kepada Lembaga Kami terkait pungutan -pungutan yang bervariasi dan tidak berstandar terhadap pola pengelolaan pendidikan, sehingga membuat masyarakat menjadi kebingungan,” ungkapnya.
Beni Setiawan mengungkapkan lagi, pungutan ini dimana-mana terjadi, pada hal mereka telah mendapatkan dana Bos, tapi seakan-akan tidak cukup. Kalau itu tidak mencukupi harus di cari alternatif lain seperti dibuat peraturan Gubernur atau Bupati dan sebagainya yang dapat melindungi perbuatan pungutan itu sehingga ada dalam satu koridor yang di bolehkan, jangan tenaga Pendidik lewat Komite Sekolah melakukan pungutan seenaknya saja sebab masyarakat sudah sangat resah.
Beni Setiawan menambahkan, ada sesuatu yang membuat kegaduhan seperti ini, ada orang tua yang tingkat ekonomi menengah ke bawah sudah sangat resah dengan pungutan sekolah, lewat Komite Sekolah, oleh karenanya kalau hal seperti ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi suatu keadaan dimana kita melakukan maladministrasi tetapi kita biarkan. Olehnya itu harus ada langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan, boleh lakukan pungutan tetapi harus memenuhi standar pungutan (tidak boleh dilakukan kepada orang tua wali murid, tidak boleh ditentukan besaran dan waktu pembayaran serta tidak bersifat wajib).
“Ada sekolah yang berlindung di bawah kesepakatan yang dibuat oleh pihak sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa, hal semacam ini batal demi hukum, kalau kesepakatan yang dibuat ada unsur-unsur kejahatan yang menguntungkan sebagian orang, itu adalah pungli yang bisa mengarah ke tindakan korupsi,” jelasnya Bung Beni Setiawan Sapaan akrabnya.
Kesepakatan yang dibuat oleh sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa, Menurutnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2017 dan 2020 tentang Komite Sekolah jelas melarang pungutan seperti itu, apalagi terhadap siswa dan orang tua siswa, “Kepala sekolah dan guru memiliki kekuatan yang bisa mempengaruhi orang tua dan komite sekolah, oleh karenanya perlu dipikirkan untuk pungutan semacam itu harus dihentikan, bila perlu dapat dibawa keranah hukum untuk tindak pidana supaya mendapat efek jera,
“Hukuman pidana bagi pelaku pungli bisa dijerat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12 E dengan ancaman hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku pungli juga bisa dijerat dengan Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal sembilan bulan. Pelaku pungli berstatus PNS dengan dijerat dengan Pasal 423 KUHP dengan ancaman maksimal enam tahun penjara.
Sedangkan hukuman administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi termasuk bagi pelaku pungli bisa dikenakan Pasal 54 hingga Pasal 58 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penurunan pangkat, penurunan gaji berkala, hingga pelepasan dari jabatan. Pungkasnya,” ( Fs/Red )