Bali, Media Dinamika Global.id.// Rencana Pemprov Bali menutup TPA Suwung menjelang pembangunan Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) mendapat dukungan dari Ketua DPD Gerindra Bali, Made Muliawan Arya alias De Gadjah. Namun, ia mengingatkan keras: penutupan tanpa persiapan matang justru bisa memicu “bom sampah” baru.
“Setuju TPA Suwung ditutup karena sudah overload dan merusak lingkungan serta kesehatan warga. Tapi jangan sampai setelah ditutup, sampah malah numpuk di permukiman atau dibuang ilegal,” tegas De Gadjah di Denpasar, Sabtu (20/12/2025).
Menurutnya, PSEL adalah solusi modern dan berkelanjutan, tetapi proyek ini butuh waktu dan biaya besar. Di sisi lain, fokus pemerintah pusat pada penanganan bencana berpotensi membuat realisasi PSEL tidak secepat harapan.
Karena itu, De Gadjah menilai masa transisi adalah fase paling rawan. Tanpa skema alternatif yang jelas, penutupan TPA Suwung bisa berubah dari solusi menjadi masalah.
“Harus ada win-win solution sebelum TPA ditutup dan PSEL berjalan. Semua pihak harus duduk bersama, berpikir, dan memberi solusi nyata,” katanya.
Untuk mencegah kekacauan, De Gadjah mengusulkan langkah konkret: soft closing TPA Suwung secara bertahap, percepatan dan optimalisasi TPST, pemilahan sampah dari sumber, hingga kuota pembuangan ke TPA lain agar tidak menimbulkan beban baru antar daerah.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi publik, mitigasi sosial bagi pemulung dan pekerja TPA, serta penguatan kerja sama antar kabupaten/kota melalui MoU.
Bagi De Gadjah, rencana ini harus menjadi titik balik pengelolaan sampah Bali—dari pola lama kumpul-angkut-buang menuju daur ulang dan energi berkelanjutan.
“Saya yakin PSEL solusi jangka panjang. Tapi kalau masa transisinya amburadul, yang kena rakyat,” ujarnya.
Pesan akhirnya tegas: tutup TPA Suwung boleh, asal alternatifnya siap dan dikomunikasikan jelas. Jika tidak, Bali terancam menghadapi krisis sampah dengan wajah baru.
