mediadinamikaglobal.id|Labuha Polemik retret Kepala Desa se-Kabupaten Halmahera Selatan memunculkan dugaan manipulasi APBDes. Agenda retret tetap dilaksanakan tanpa tercantum dalam APBDes awal, baru setelah kegiatan selesai, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) menginstruksikan seluruh kepala desa melakukan perubahan APBDes melalui WhatsApp.
Menurut regulasi resmi—UU Desa No. 6 Tahun 2014 dan Permendagri No. 20 Tahun 2018—setiap perubahan APBDes harus melalui Musyawarah Desa (Musdes) bersama BPD dan masyarakat, baru kemudian disahkan. Pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu, kemudian “diarahkan” melakukan perubahan APBDes, menimbulkan dugaan bahwa DPMD menempatkan kepala desa pada posisi rentan.
Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Halmahera Selatan, Harmain Rusli, S.H., menegaskan, “Perubahan APBDes tidak bisa dilakukan atas dasar instruksi sepihak. Kalau dilakukan setelah retret, jelas ini manipulasi administratif. Kepala desa hanya pelaksana, sementara tanggung jawab kebijakan berada di DPMD.”
Harmain menambahkan, retret yang seharusnya untuk pembinaan kepala desa kini menjadi sarana pembenaran pengeluaran tanpa dasar hukum. Jika masyarakat menuntut pertanggungjawaban, kepala desa berpotensi menjadi korban, sedangkan kesalahan prosedur berada di level DPMD.
GPM Halsel mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku Utara untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang ini. Instruksi melalui WhatsApp disebut sebagai bukti awal adanya potensi pelanggaran tata kelola keuangan desa.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius terkait kredibilitas DPMD dalam perencanaan dan pengawasan anggaran desa, serta potensi kerugian bagi aparatur desa yang seharusnya dilindungi oleh sistem yang mereka jalankan.
Unces/////
