Dendam Prabowo Semakin Menjadi-jadi, Sekarang Menghina Dengan Sebutan Tidak Waras


Jakarta, Media Dinamika Global.id.~ Dalam debat terakhir, Prabowo menutup dengan permintaan maaf kepada paslon. Ternyata perkataan tersebut tidak seindah dengan perbuatannya. Pada kampanye akbar terakhir, Prabowo menyampaikan pidato salah satunya, apabila tidak mendukung atau tidak setuju dengan makan gratis berarti tidak waras. 

Ngeri kali ucapan Prabowo, dulu saja menghina dengan sebutan otak lelet, sekarang dengan menyebut tidak waras. Perkataan Prabowo bukan hanya menghina Ganjar, melainkan masyarakat Indonesia yang setuju internet gratis, kuliah gratis, dari pada makan siang gratis. Apakah kalian terima dikatain seperti itu?

Belum ada 1 minggu, ucapan Prabowo tidak bisa dipegang. Apalagi dengan janji-janji politiknya, kemungkinan besar hanya jadi omong kosong. Sebab dari hal kecil saja sudah seperti itu, bagaimana dengan sebuah janji politik yang bernilai besar?

Oh iya, tidak perlu menunggu janji politik. Dari tindakan pencalonan saja sudah melanggar kode etik berat. Sebab keputusan MK dan penerimaan cawapres Gibran oleh KPU melanggar kode etik berat. Secara tidak langsung, pencalonan Prabowo-Gibran bermasalah, melanggar UU, dan patut didiskualifikasi.

Padahal kalau tidak setuju dengan gagasan capres lain, bisa disampaikan di debat dengan menunjukkan keunggulannya. Bukan di luar debat dengan mengeluarkan kata tidak pantas.  Seharusnya kampanye akbar diisi dengan penyampaian visi-misi, menguatkan pendukung, menerima aspirasi, atau sejenisnya. 

Jadi bertanya-tanya, apa sih yang ada di pikiran Prabowo? Padahal kalau paham  gagasan, visi-misi, punya solusi atas masalah masyarakat, punya cerita dengan masyarakat, hingga menerima aspirasi warga. Kemungkinan besar bisa menghindari perkataan kasar, meskipun menyampaikan kritik atau tidak setuju terhadap gagasan lawan.

Nyata, Prabowo sering kali mengucapkan kata tidak pantas. Mulai dari Ndasmu Etik, G*blok, T*lol, hingga tidak waras. Padahal kata tidak waras merujuk pada orang edan/gila. Jika diperhatikan semua berkaitan dengan kepintaran atau akal sehat, yang berarti penghinaan kasar sekali kepada lawannya.

Justru, yang paling menjadi pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana realisasi makan siang dan susu gratis. Anggaran Rp1 triliun untuk 82,9 juta penduduk, hanya memberikan Rp12.062 per orang. Justru dengan uang tersebut tidak memberikan gizi yang seimbang.

Belum lagi persoalan susu masih impor, pengadaan sapi dan lahan peternakan, proses pemberian makan siang gratis, pengadaan alat dan bahan di setiap daerah atau desa, hingga pekerja pembuat makanan. Apalagi ini rawan menjadi bisnis keluarga dan korupsi.

Coba Prabowo beli makan dan minum bergizi dengan harga Rp12.000, bisa atau tidak? Jika tidak mampu, program makan siang dan susu gratis hanya omong kosong belaka. Apalagi dana tersebut tidak dikorupsi, bagaimana jika dikorupsi, pasti program tersebut mangkrak. 

Terlepas dari programnya, katanya Prabowo politik harus riang gembira. Akan tetapi, dia sendiri yang pendendam sampai dibawa-bawa terus dalam acara kampanye dan semakin menjadi-jadi. Padahal kalau riang gembira, tidak perlu menyebut dengan perkataan “tidak waras,” cukup dengan keunggulan program.

Mungkin riang gembira oleh kubu Prabowo dimaknai dengan boleh memaki-maki, boleh main hakim sendiri dengan memukul, boleh menjadi penyusup dan merusak acara capres lain, boleh mengintimidasi, boleh menyandera pejabat yang diduga korup, boleh melanggar hukum, boleh menabrak konstitusi, boleh mengancam Bawaslu, boleh memelintir jawaban Mahfud, hingga boleh menggerakkan atau menyandera kades.

Eh, tetapi ketika Ganjar atau Anies mengkritik gagasan dan kinerja Prabowo, dibilang menyerang pribadi serta dianggap keliru. Apakah segitunya, kubu Prabowo-Gibran haus kekuasaan? Katanya Prabowo tidak menginginkan jabatan, tetapi nyapres berkali-kali dan majunya melanggar kode etik berat.

Ya sudahlah, mau berkata apapun bagi Prabowo dan pendukungnya tetap salah juga. Besar harapanku rakyat tidak menjual akal sehat dan hati nuraninya untuk mereka. Sebab nasib bangsa dan rakyat menjadi taruhan selama 5 tahun. Jika dikasih uang atau sembako oleh kubu Prabowo, jangan coblos orangnya. Asalkan Bukan Prabowo, demokrasi akan tetap terjaga.(red)

Load disqus comments

0 comments