Smartphone Vs Smart Parenting; Menjawab Tantangan Pengasuhan di Era Digital


Mataram-NTB, Media Dinamika Global.Id.--
Apakah anda pengguna smartphone? penulis pastikan jawabannya adalah iya, atau bahkan anda membaca tulisan ini melalui smartphone anda. 

Smartphone atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan ponsel pintar adalah telepon genggam atau telepon seluler yang memiliki fungsi-fungsi seperti dalam komputer pribadi, biasanya diberi tambahan fitur tertentu seperti layar sentuh, akses internet nirkabel (KBBI Daring). Smartphone bekerja dengan menggunakan perangkat lunak sistem operasi (OS) yang mampu menawarkan fitur-fitur canggih seperti email, game, GPS, dan segudang aplikasi lainnya sehingga bisa digunakan untuk berbagai keperluan. 

Perusahaan riset DataReportal merilis bahwa jumlah perangkat seluler yang terhubung dengan internet di Indonesia mencapai 370,1 juta pada Januari 2022. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Indonesia kini mencapai 277,7 juta pada Januari 2022. Artinya, jika dipresentasekan maka pengguna perangkat seluler di Indonesia setara dengan 133,3% dari total populasi. Berarti, banyak di antara pengguna perangkat seluler yang memiliki lebih dari satu perangkat. 

Sementara untuk penggunaan perangkat seluler, khusus jenis smartphone, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)pada tahun 2021 melansir jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia mencapai 167 juta orang atau 89% dari total penduduk Indonesia. 

Nah, bagaimana penggunaan smartphone pada anak? Sebagai gambaran, Portal kumparan.com di tahun 2020 mengabarkan hasil survei yang diadakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI tentang pemanfaatan gadget untuk keperluan belajar selama BDR (Belajar Dari Rumah) pada masa pandemic. Sebanyak 79% orang tua memberi izin ke anak menggunakan gadget untuk kegiatan selain belajar online. sementara sisanya 21% orang tua melarang anak memakai gadget selain untuk belajar online.

Selain penggunaan gadget untuk belajar online, survei tersebut juga menunjukkan persentase kepemilikan gawai, 71,3% anak telah memiliki gadget sendiri, dari jumlah tersebut 17,1% berada di bawah kepemilikan penuh orang tua dan 11,6% menunjukkan kepemilikan bersama antara orang tua dan anak.

Hal ini menunjukkan betapa tingginya kepemilikan dan penggunaan gadget pada anak. Angka-angka hasil survei tersebut bisa jadi seumpama fenomena gunung es, sementara realitasnya kepemilikan dan intensitas penggunaan Smartphone pada anak jauh lebih tinggi. Mengapa? karena anak-anak generasi alfa, yang lahir setelah tahun 2010, dilahirkan oleh generasi milenial yang sangat akrab dengan smartphone. Barangkali anda sudah sering melihat dimana anak yang masih sangat belia sudah dibebaskan bermain smartphone oleh orangtuanya, dengan alasan agar anak tidak menangis atau tidak mengganggu kegiatan orang tuanya.
Penggunaan smartphone yang berlebihan pada anak, dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, antara lain;
(1). Gangguan kesehatan mata yang diakibatkan oleh radiasi gelombang elektromagnetik pada smartphone. (2). Gangguan emosi yang disebabkan oleh kecanduan bermain smartphone, anak akan berteriak, menangis atau uring-uringan saat kehilangan smartphone-nya.
(3). Gangguan perilaku sosial yang disebabkan oleh keengganan anak berinteraksi dengan orang lain karena lebih asyik bermain smartphone, anak menjadi tidak peka terhadap lingkungannya dan lebih senang menyendiri.
(4). Ancaman paparan konten-konten pornografi, kekerasan dan hoax.
(5) Rendahnya konsentrasi dan minat belajar anak yang dapat menyebabkan penurunan prestasi akademik dan non akademik.
(6). Gangguan perkembangan fisik akibat perubahan anatomi tulang yang diakibatkan oleh posisi duduk atau berbaring yang terlalu lama.

Walaupun dampak negatif yang diakibatkan oleh smartphone begitu nyata, namun tak dapat dipungkiri, banyak manfaat yang dapat diperoleh dari perangkat smartphone yang menunjang perkembangan anak, antara lain;
(1). Menstumulasi perkembangan bahasa anak dengan mendengar dan meniru ucapan yang ditonton melaui aplikasi Tik-Tok dan Youtube, atau bahkan secara tidak sengaja anak-anak dapat belajar bahasa asing.
(2) Membantu perkembangan kognitif anak, memalui smartphone anak dapat mengenal warna, benda-benda, berhitung dan konsep-konsep baru yang memperkaya pengetahua anak.
(3) Menstimulus perkembangan seni dengan mendengarkan lagu-lagu dan animasi yang menarik perhatian anak.
(4) Sebagai media belajar dan mempercepat penguasan teknologi informasi. 
Besarnya dampak positif dan negatif yang didapat anak dari smartphone sangat berkaitan erat dengan kemampuan orangtua dalam mengelola aktivitas anak dalam menggunakan smartphone. Itulah yang dimaksud dengan smart parenting dalam tulisan ini, yakni kehebatan orang tua dalam mengasuh anak di era digital termasuk dalam kemampuan mengontrol dan membimbing anak bermain smartphone dengan bijak. 
Sejatinya, perkembangan teknologi adalah kemajuan yang/bertujuan untuk mempermudah kehidupan manusia agar lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. 
Oleh karena itu, seyogyanya penggunaan smartphone ditujukan pada kebermanfaatan yang diperoleh dari perangkat tersebut. Berikut ini beberapa rekomendasi para ahli yang penulis rangkum dari berbagai sumber tentang hal-hal yang dapat dilakukan oleh para smart parent dalam menyikapi penggunaan smartphone pada anak;
(1).Mengalihkan perhatian anak dengan memberikan mainan yang bisa menyibukkan anak, atau dengan mengikutkan anak pada komunitas olahraga, seni dan kegiatan lainnya, (2). Memberikan pemahaman kepada anak dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan smartphone yang tidak tepat. Seperti dampak buruk pada kesehatan. 
(3). Memberikan batasan waktu bermain smartphone, sebagaimana rekomendasi dari The American of Pediatrics tentang screen time atau penggunaan gadget, yakni anak-anak di bawah usia dua tahun sebaiknya tidak bermain gadget termasuk televisi dan handphone, anak-anak usia dua sampai empat tahun boleh menggunakan gadget kurang dari satu jam perhari. sedangkan anak-anak yang berusia lebih dari lima tahun dapat menggunakan gadget kurang dari dua jam perhari di luar keperluan belajar. 
(4). Mengarahkan anak menggunakan aplikasi yang bermanfaat yang memiliki nilai edukasi.
(5). Mengontrol penggunaan smartphone pada anak dengan cara berteman atau mengikuti (mem-follow) akun, membatasi aplikasi yang boleh diakses oleh anak dan meluangkan waktu berbincang dengan anak tentang pengalaman mereka bermain smartphone,dengan terjalinnya keakraban antara orang tua dan anak, akan memudahkan orang tua memahami konten-konten yang sering dibuka anak, dengan demikian orang tua dapat mengawasi anak tanpa anak merasa terintimidasi oleh orang tua. 
(6). Menentukan area atau waktu bebas smartphone, orangtua dan anak bersama-sama membuat kesepakatan area atau waktu yang tidak boleh digunsakan bermain smartphone, misalnya di ruang tidur, saat ada tamu antara maghrib dan isya. Aturan tersebut tidak hanya ditaati oleh anak tapi juga oleh orang tua. 
(7). Memberikan contoh yang baik dalam penggunaan smartphone. Orang tua sudah seharusnya menjadi role model dalam penggunaan smartphone yang bijaksana. Orang tua harus mencontohkan agar martphone menjadi alat yang mendatangkan manfaat bagi anak dan kehidupannya serta menghindari penggunaan smartphone untuk hal-hal yang tidak berfaedah. 
(8). Memperkuat literasi digital, dengan meng-upgrade pemahaman tentang perkembangan teknologi informasi termasuk hal-hal yang terkait dengan smartphone dan pola pengasuhan yang tepat. 

Beberapa rekomendasi di atas sekiranya dapat dijadikan sebagai alternatif pengasuhan cerdas atau smart parenting di era digital untuk membendung dampak negatif penggunaan smartphone pada anak. Dengan demikian, bukan hanya handphone-nya  yang smart, tapi pola asuh nya juga tak kalah smart.

Penulis : Nani Husnaini, M.Pd.
Dosen sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini FTK UIN Mataram.
Load disqus comments

0 comments