Dr. Alfisahrin, M.Si : Perseteruan Bupati VS Ketua Komisi III DPRD Bima di Mata Akademisi, Ini Penjelasan Cerdasnya


Media Dinamika Global. Id. Sikap tegas Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri, SE yang melaporkan Ketua Komisi III, Bung Edy Muchlis, S.Sos ke Polda NTB, sangat menyita perhatian publik. Berbagai asumsi, tudingan dan prasangka pun muncul. Ada yg membenarkan dan memuji sikap berani Edy Mukhlis. Sebagian yang lain bahkan menilai tudingan anggota DPR tersebut tendesius dan asal bunyi. Polemik pun terus bergulir ada pihak yang  percaya bupati menerima uang fee dari H. aswad lewat perantara  Drs. Syafruddin. Belakangan status uang tersebut diklarifikasi bukan sebagai fee tapi uang pelicin lobi proyek. 

Tudingan bupati melakukan abuse of power dalam pengamatan Dr.Alfisahrin, M.Si sudah dua kali sebelum dengan Edy Mukhlis, SE bupati juga berseteru dengan Duta PAN Rafidin yang melaporkan indikasi  kasus korupsi penyalahgunaan dana covid 19. Sayangnya konflik pihak eksekutif dan legislatif hanya menjadi sensasi politik tanpa kejelasan akhir. 

Ada semacam dramaturgi yang tengah dimainkan oleh kedua pihak anggota DPR seolah tengah menaikan bargaining politik kepada eksekutif dengan mencari kesalahan eksekutif untuk merebut simpati dan popularitas.  

Saya menyukai sikap kritis anggota dewan Edi Muhlis, SE yang lantang bersuara soal uang lobi proyek yang kuat dugaan diterima Bupati.  Asal memang dilengkapi data, bukti, dan analisis yang komprehensif bukan serangan verbal yang dibangun dari sekedar  opini dan persepsi pribadi. Itu sangat tidak mendidik dan solutif. Ujar  Dr. Alfisahrin Analis politik yang sangat intens memberikan komentar soal politik dan isu_isu sosial. 

Sebagai anggota DPRD yang memiliki priviledge sebenarnya untuk mengkonfirmasi kebenaran bupati menerima uang lobi proyek DPR dapat menggunakan instrumen dan saluran politiknya seperti memanggil secara kedinasan bukan malah menjadikan isu tersebut sebagai komoditas politik. Ujar dosen politeknik Medica Farma Husada, dan Dosen Fisipol serta Ilmu Komunikasi Universitas 45 Mataram.

Demikian juga dengan langkah hukum yang ditempuh bupati yang melaporkan Edi Mukhlis, SE menurut saya sah-sah saja meskipun sedikit berlebihan. Eksekutif dan DPR adalah mitra kerja keduanya harus memilih sikap politik yang mencerdaskan publik misalnya membangun dialog dan membuka komunikasi. Apalagi partai Nasdem dan Golkar adalah mitra koalisi.

Saya sangat menyesalkan kalau bupati  misalnya benar menerima uang pelicin proyek.artinya pungli dan gratifikasi dalam pusaran kekuasaan yang lazim disebut dengan   klepto birokrasi  di daerah-daerah benar adanya. Oleh karena itu, sejatinya apa yang dilakukan oleh Edi Mukhlis, SE patut publik apresiasi jika tudingan itu disertai dengan data yang akurat tapi kalau tidak kesannya hanya fitnah dan adu kuat, adu bersih, dan adu integritas DPR dan eksekutif. 

Menarik sebenarnya disimak rivalitas antara bupati dan anggota DPR kalau pertengkaran keduanya menyangkut soal kepentingan publik dan bukan kasus pribadi.  Doktor Muda alumni Universitas Hasanuddin Makassar yang berhasil diwawancarai Media Online ini Jumat (8/10), 

Lebih lanjut penulis buku budaya Ndambu, Ritus dan kontestasi politik ini, menegaskan bahwa perseteruan Bupati Bima dan anggota DPR tersebut,  seolah-olah ada show of force atau adu kekuatan antara eksektutif maupun legislatif, dan dalam tradisi demokrasi hal ini sah-sah saja  sebagai pertanda adanya dinamika politik dalam pengelolaan birokrasi serta kekuasaan. 

Publik sebaiknya tidak disuguhkan berita buruk penyimpangan kekuasaan. Melainkan prestasi, inovasi dan solusi dari capaian kedua belah pihak selama berkuasa. Bupati sudah menyelesaikan apa, mencapai target kerja apa saja dan menghasilkan prestasi apa sejak terpilih. 

Pertanyaan fundamental tersebut layak diajukan juga kepada DPRD. Supaya publik bisa tau siapa yang berhasil dan gagal. Bukan malah memperdagangkan legitimasi jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi lewat penerimaan fee dan gratifikasi.   Saya berharap isu bupati terima uang pelicin semoga hanya rumor. Karena kalau benar tentu sangat memalukan. Itu artinya, ada jual beli dan pertukaran imbal balik jasa, meminjam istilah James Scott.

Hal ini justru memperburuk jalannya pemerintahan. Bupati tidak akan punya kemandirian, keberanian dan keleluasaan menjalankan kekuasaan secara profesional karena adanya tekanan dari pemodal dari luar kekuasaan yang harus diberikan proyek dan lainnya.

Edi Mukhlis sebagai anggota DPR secara politik sudah menjalankan tugas pengwasannya kalalu tudingan bupati terima uang lobi proyek dilengkapi data otentik.

Saya ingin eksekutif dan legislatif menjadi lembaga produsen ide, solusi, dan inovasi yang menghadirkan kebijakan publik yang efisien dan profesional sehingga kemajuan daerah segera bisa diwujudkan. Keduanya tidak Boleh saling menegasikan.  tuturnya pada media, Jumat (8/10/2021).

Kalaupun perseteruan bupati dan anggota DPR ini berlanjut,endingnya harus mendidik publik yakni ada pihak yang dihukum karena salah karena memang perbuatannya salah, dan ada pihak yang  dinyatakan benar karena memang berani bicara benar. Selama ini anggota DPR dan bupati berseteru tidak ada kejelasannya. Menguap dan hilang saja.

Apapun dalilnya menerima uang dari pihak lain yang berkepentingan menciderai prinsip clean and good Governance.

Pejabat publik seperti Kepala Daerah memang tidak boleh menerima fasilitas semacam gratifikasi, imbalan, fee, atau semacamnya dari pihak lain dalam pengadaan baran dan jasa maupun penunjukan pihak pelaksana proyek. Kecuali memang  yang  sudah diatur   regulasi.

Jadi sebaiknya saran saya kalau memang  Bupati tidak terlibat dalam penerimaan yang dimaksud dan merasa dicemarkan namanya. Pilih solusi yang lebih kultural dan tidak politis. Karena menjelang 2024 isu apapun dapat menjadi komoditas politik. Tetapi jika tidak ada solusi keduanya. Maka, langkah bupati itu baik juga untuk mendidik anggota Legislatif supaya membiasakan diri bicara dengan data. Apapun masalah prinsip presumption of inocent atau praduga tak bersalah  harus dijunjung tinggi oleh anggota DPRD.

Jadi DPRD tidak boleh bicara atas dasar asumsi , spekulasi, atau tudingan tak beralasan dan tidak berdasarkan pada data. eksekutif dan legislatif harus lebih mesra dalam kerja politik dan birokrasi  sehingga bisa efektif mengatasi persoalan mendasar di masyarakat.  kewenangan keduanya harus   menjadi penggerak kemajuan di Bima. 

Eksekutif dan parlemen harus menciptakan  budaya politik transformatif dan kolaboratif bukan sibuk saling menyerang dan mengecilkan peran masing masing. Mereka digaji untuk bertengkar soal rakyat bukan soal pribadi.    harmoni antara kedua lembaga negara ini akan menentukan baik buruknya pemerintahan daerah. Keduanya harus yang terdepan membela, memperjuangkan dan memihak kepentingan publik. kalau rivalitas antara DPRD dan Bupati ini hanya didasarkan pada sentimen untuk menaikkan elektabilitas politiknya yang rugi masyarakat kabupaten Bima.

Anggota DPR intinya harus hindari bicara tanpa data dan analisis   komprehensif. Sensasi-sensasi seperti ini tidak diperlukan apalagi ditengah adanya sorotan tentang penyalahgunaan uang Covid -19, oleh Bupati Bima, sorotan tentang rendahnya pelayanan publik yang berkaitan dengan infrastruktur kesehatan, ekonomi dan aspek-aspek lain di Kabupaten Bima.Sebenarnya sensasi seperti itu tidak diperlukan dalam membangun daerah, yang paling penting itu adalah bagaimana eksekutif dan legislatif ini bisa membangun kemitraan yang strategis , membangun indikator kinerja yang kemudian bisa dilihat oleh publik secara konkrit dan dirasakan sebagai suatu inovasi dari kekuasaan yang diamanatkan kepada Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri,SE.

Bukan sebaliknya, sibuk berseteru lalu kemudian melupakan penyusunan kebijakan yang pro pada kepentingan masyarakat misalnya soal kelangkaan pupuk petani, itu masih terjadi di hampir semua Kecamatan , harga bibit yang masih sangat teramat mahal tidak terjangkau, bahkan harga jagung yang kemudian mengalami inflasi karena tidak ada standar harga patent yang dibuat oleh Pemerintah Daerah.

Hal semacam itu harusnya menjadi sensasi bagaimana sesegera mungkin mencari solusi bukan hanya sibuk membangun impressi politik, invasi bargaining, power of dinastic, membangun popularitas politik murahan dengan mengeksploitasi isu-isu yang sama sekali justru menciderai prinsip- prinsip keterbukaan informasi dan professionalitas birokrasi.

Kasus ini sebaiknya diakhiri , istilahnya polemiknya, adalah dengan cara salah satu pihak harus membuktikan tudingan- tudingan itu , itu bisa dibuktikan dengan data ataukah hanya mencari sensasi murahan hanya untuk menaikkan posisi menjelang 2024 di dalam rangka Pilkada serentak termasuk Pileg.

“Saya kira ada hal hal yang lebih urgent dibandingkan dengan hanya memperbincangkan soal uang lobi proyek dan lain sebagainya , yang paling penting itu selama periode kedua ini apa langkah- langkah konkrit Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri, SE maupun anggota DPRD Saudara Edy Mukhlis, S.Sos., didalam menghasilkan kebijakan publik yang bisa mengakhiri kesulitan yang dialami secara mendasar oleh masyarakat mulai dari kelangkaan pupuk, kelangkaan sumber energi, dan infrastruktur yang belum terkoneksi antara satu dengan yang lainnya .

” Itu yang lebih penting yang harus diutamakan Bupati Bima dan dewan yang tengah berseteru saat ini bukan malah bermain sensasi,Bukan hanya menjual dan mengobral sensasi yang kemudian sama sekali bersentuhan langsung atau tidak ada artinya sama sekali, lalu tidak memberikan kontribusi kepada penyelesaian masalah mendasar di masyarakat kita , pungkasnya.

Sumber: Dr. Alfisahrin, M.Si. Analis politik, dosen politeknik Medica Farma Husada, dan Dosen Fisipol-Ilmu Komunikasi Universitas 45 Mataram.

Load disqus comments

0 comments