Perempuan Bima, Dompu Dalam Jaringan Koba-Koba Bukan Aktor Melainkan Produk dari Kegagalan Sosial - Media Dinamika Global

Senin, 15 Desember 2025

Perempuan Bima, Dompu Dalam Jaringan Koba-Koba Bukan Aktor Melainkan Produk dari Kegagalan Sosial


Bima, Dompu NTB, Media Dinamika Global.id.// Kenapa setiap penangkapan koba selalu ada perempuan,

Pertanyaan ini keliru sejak awal. Karena perempuan dalam jaringan koba bukanlah target karena lemah melainkan dipilih karena efektif dalam logika pelaku/banda.

Bagi banda boba, yang efektif itu eksploitasi bukan rekrutmen! 

Mereka mencari manusia yang punya celah emosi. Karena dalam logika banda koba orang lapar bisa ditipu uang, orang miskin bisa ditipu harapan, orang yang kesepian bisa ditipu apa saja dan di banyak rumah di Bima–Dompu,

yang paling sering memikul kesepian sunyi itu adalah perempuan.

Banda koba menggunakan metode psikologi manipulasi. Mereka mulai dari relasi bukan barang. Perempuan jarang masuk jaringan koba lewat tawaran bisnis. Mereka masuk lewat kalimat “tenang, aku tanggung jawab”, “ini cuma sementara”, “demi anak-anak”, “kamu kan percaya sama aku” dll. 

Di titik ini, koba belum hadir sebagai kejahatan, tapi sebagai solusi palsu atas masalah hidup. Banda koba paham betul bahwa perempuan lebih mudah dimasuki lewat rasa peduli, bukan lewat anca*man.

Dalam teori kejahatan terorganisir, ketergantungan emosional lebih kuat dari borgol. Jika seorang perempuan tidak diberi nafkah, tidak dihargai dan tidak didengar. Maka ketika datang seseorang yang memberi sedikit perhatian, sedikit uang dan sedikit rasa dibutuhkan maka logika rasional kalah oleh logika bertahan hidup. Di titik ini, manipulasi bekerja tanpa paksaan.

Apalagi kemiskinan perempuan di Bima–Dompu sering tidak terlihat, karena mereka tetap masak, tetap mengurus anak dan tetap tersenyum meski dapur kosong dan kebutuhan jalan terus. Banda koba tahu bahwa perempuan jarang meminta, tapi ketika terdesak, mereka akan mengorbankan diri sendiri. Dan jaringan koba hidup dari pengorbanan itu.

Dalam logika jaringan koba, perempuan dianggap tidak mencurigakan, aparat dan masyarakat cenderung menaruh empati. Jika tertangkap, narasinya adalah korban, disuruh, dan tidak tahu. Perempuan dijadikan lapisan pengaman agar aktor inti tetap bersih. Itu bukan kebetulan, itu desain sempurna.

Ditambah banyak perempuan Bima–Dompu hidup dengan KDRT, pasangan candu, pengabaian bertahun-tahun dan kesepian. Sehingga batas benar salah menjadi kabur. Bukan karena moral runtuh tapi karena rasa lelah sudah terlalu lama.

Banda koba paham betul bagaimana orang yang lelah tidak butuh kebenaran, mereka butuh jalan keluar meski salah. Dan meski dita*ngkap berkali-kali sulit mendapatkan efek jera karena setelah dita*ngkap masalah hidupnya tidak selesai, beban ekonomi masih ada dan relasi beracun itu masih mengikat. Penjara kita hanya menghukum tubuh, tapi ja*ringan sudah menghancurkan jiwa lebih dulu.

Perempuan dalam jaringan koba bukan aktor utama melainkan produk dari kegagalan sosial, ekonomi, dan relasi kuasa. Jika setiap penangk*apan hanya berhenti di kur*ir atau peng*edar perempuan, sementara pasangan manipulatif aman, banda tetap jauh, akar ekonomi dibiarkan, maka yang kita lakukan bukan memberantas tapi memutar ulang korban.

Jaringan koba tidak hidup dari keberanian, tapi dari luka yang dibiarkan. Dan selama perempuan terus memikul luka sendirian, jaringan akan selalu punya pengganti.(Sekjend MDG)


Comments


EmoticonEmoticon