Kepala Desa Laju Kebal Hukum Dalam Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah: Begini Kronologisnya - Media Dinamika Global

Selasa, 23 Desember 2025

Kepala Desa Laju Kebal Hukum Dalam Kasus Pemalsuan Dokumen Tanah: Begini Kronologisnya


Bima, Media Dinamika Global.id.— Kasus dugaan pemalsuan dokumen jual beli tanah yang menyeret Kepala Desa Laju, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima, bernama Ismail, hingga kini dinilai belum menunjukkan kepastian hukum. Padahal, menurut pelapor dan pendamping hukum, alat bukti dalam perkara tersebut telah terpenuhi secara formil. (23/12/2025)

Perkara ini bermula pada tahun 2012, ketika Samusiah membeli sebidang tanah milik Abdullah AR yang berlokasi di So Namo, Desa Laju. Transaksi tersebut dibuktikan dengan Akta Jual Beli yang ditandatangani oleh Kepala *Desa saat itu, yakni Husnin, SH.I*, serta diperkuat oleh Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) arsip Desa Laju. Sejak saat itu, tanah tersebut dikuasai dan dikelola oleh Samusiah.  

Namun, pada tahun 2017, Ismail mengklaim memiliki tanah di lokasi yang sama berdasarkan pembelian dari seseorang bernama Mustamin. Klaim tersebut kemudian menjadi sumber sengketa.  Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Mustamin memang memiliki tanah di Desa Laju, namun letaknya berada di So Serana’e, bukan di So Namo. Tanah di So Serana’e itulah yang diakui Mustamin telah dijual kepada Ismail.  Untuk mengklaim tanah di So Namo yang dikuasai Samusiah, Ismail diduga membuat dokumen jual beli palsu yang mencantumkan seolah-olah transaksi antara Mustamin dan Ismail terjadi atas tanah di So Namo. 

Mustamin sendiri membenarkan adanya jual beli tanah dengan Ismail, namun menegaskan bahwa objek tanah tersebut berada di So Serana’e.  Dokumen yang diduga palsu tersebut kemudian digunakan oleh Ismail sebagai dasar untuk menggugat Samusiah di Pengadilan Negeri Raba Bima.  

Merasa dirugikan, Samusiah melaporkan dugaan pemalsuan dokumen tersebut ke Polres Bima Kota pada tahun 2023. Setahun kemudian, tepatnya pada 2024, kasus ini resmi naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.  

Sejak laporan dibuat, pelapor mengaku telah menyerahkan berbagai alat bukti kepada penyidik, mulai dari dokumen jual beli yang diduga dipalsukan, keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa secara resmi melalui Berita Acara Pemeriksaan (BAP), hingga keterangan ahli.  

Ketua Bidang Hikmah Lembaga Studi Hukum dan HAM (LesHam) NTB Cabang Bima, Isman, menilai bahwa berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, Ismail seharusnya telah dapat ditetapkan sebagai tersangka.  “Dalam hukum acara pidana, dua alat bukti yang sah sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sementara dalam kasus ini, alat bukti yang kami kumpulkan telah melebihi batas minimum,” tegas Isman saat dikonfirmasi melalui WhatsApp.  

Isman juga menduga adanya unsur kesengajaan dari pihak kepolisian dalam menggantung penanganan perkara tersebut. Ia bahkan menyebut Kapolres Bima Kota patut diduga menjadikan kasus ini sebagai “ATM berjalan”, mengingat terlapor merupakan kepala desa yang masih menjabat.  

LesHam NTB Cabang Bima mengaku telah melakukan berbagai upaya untuk mengawal kasus ini, mulai dari delapan kali aksi demonstrasi di Polres Bima Kota, permohonan audiensi yang tidak ditanggapi, hingga pengajuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) melalui Komisi I DPRD Kabupaten Bima.  “Semua upaya sudah kami tempuh, namun para pihak justru terkesan menghindar,” ungkap Isman.  

LesHam berharap aparat penegak hukum benar-benar memberikan perhatian serius terhadap perkara ini agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap supremasi hukum.  “Kami ingin hukum benar-benar hadir dan melindungi rakyat, terlebih ketika seluruh unsur pembuktian telah terpenuhi,” pungkasnya.(Tim MDG)

.

Comments


EmoticonEmoticon