Mediadinamikaglobal.id|Halmahera Selatan — Polemik pelantikan empat kepala desa di Kabupaten Halmahera Selatan memasuki babak baru. Mesk gelombang aksi demonstrasi, penyampaian aspirasi ke DPRD, serta sorotan pemberitaan terus menguat, respons pemerintah daerah dan legislatif dinilai stagnan dan tidak menunjukkan langkah penyelesaian berarti. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius mengenai kepatuhan pemerintah terhadap putusan hukum.
Ketua Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Halmahera Selatan, Harmain Rusli, SH, menegaskan bahwa masalah ini bukan lagi persoalan teknis, melainkan menyangkut kedaulatan hukum.
“Putusan pengadilan itu harus dijalankan, bukan ditafsirkan. Ketika pemimpin daerah mengabaikan amar putusan yang sudah berkekuatan hukum, maka publik wajar mempertanyakan komitmen terhadap pemerintahan yang taat aturan,” tegasnya.
Meski dorongan masyarakat agar DPRD menggunakan Hak Angket terus menguat, hingga kini tidak ada tanda-tanda bahwa langkah tersebut akan diambil. Sikap lamban legislatif ini dinilai banyak pihak justru memperbesar jarak antara aspirasi publik dan keberanian politik para wakil rakyat.
Aktivis dan tokoh masyarakat memandang bahwa diamnya DPRD dan minimnya sikap tegas dari pemerintah daerah telah memperpanjang kegaduhan, sekaligus menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas daerah.
Pengamat kebijakan publik di Halmahera Selatan menilai bahwa ketika pemerintah kabupaten dan DPRD tidak mampu menyelesaikan persoalan hukum yang sudah terang benderang, maka kewenangan pengawasan dapat beralih ke pemerintah provinsi.
Seorang advokat yang enggan disebutkan namanya menegaskan: “Gubernur berwenang meminta klarifikasi, melakukan evaluasi, hingga memberikan pembinaan khusus kepada pemerintah kabupaten apabila ditemukan ketidakpatuhan terhadap regulasi. Ini mekanisme yang sah dan diatur perundang-undangan.”
Tekanan masyarakat kepada Gubernur Sherly pun semakin menguat. Publik menuntut agar pemerintah provinsi turun tangan untuk memastikan supremasi hukum tetap berada di jalur yang benar.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil juga menyiapkan langkah lanjutan, baik melalui jalur hukum, aksi massa, maupun kampanye media. Mereka menegaskan bahwa perjuangan tidak akan berhenti sampai pelaksanaan putusan berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam koridor hukum, ketidakpatuhan terhadap putusan pengadilan bukan perkara sepele. Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d dan e, seorang kepala daerah dapat diberhentikan apabila terbukti tidak menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah, termasuk menjalankan amar putusan pengadilan.
Di tengah memanasnya situasi, berbagai pihak tetap berharap agar Bupati Halmahera Selatan mengambil langkah bijak dengan menjalankan putusan pengadilan sesuai ketentuan hukum. Pelaksanaan amar putusan secara penuh dipandang sebagai satu-satunya cara meredakan polemik tanpa harus melibatkan intervensi yang lebih tinggi
Uches
