Kasus Penyerobotan Lahan Tak Bergerak, Publik Pertanyakan Kinerja Penegak Hukum - Media Dinamika Global

Rabu, 11 Juni 2025

Kasus Penyerobotan Lahan Tak Bergerak, Publik Pertanyakan Kinerja Penegak Hukum


Media Dinamika Global.Id -
KOTAWARINGIN BARAT | Penanganan sengketa lahan milik almarhum Anang Abdullah di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, menjadi sorotan. Kinerja Polres Kobar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dinilai lamban dan tak transparan.

Pada Selasa, 10 Juni 2025, Amat Jagam, kuasa ahli waris Anang Abdullah, mendampingi pemeriksaan saksi ahli waris, Helmi, di Unit Pidana Umum Polres Kobar. Pemeriksaan itu juga disaksikan ahli waris lain, Hanafi. Namun, Amat mengaku belum melihat tanda-tanda perkembangan berarti dari penyelidikan kasus dugaan penyerobotan lahan tersebut.

“Putusan pengadilan sudah inkrah, tapi penyidik belum juga memeriksa pihak yang diduga menyerobot lahan. Kami mempertanyakan keseriusan mereka,” kata Amat kepada *Hitvberita.com* seusai pemeriksaan.

Tak hanya kepada penyidik, Amat juga mengkritik BPN Kobar yang dianggap lalai dalam proses administrasi pertanahan. Salah satu sorotannya tertuju pada penerbitan Sertifikat Nomor 976 Tahun 2006 atas nama Anang Abdullah, yang kini turut disengketakan.

Menurut Nurvita, Pelaksana Tugas Kepala Seksi Sengketa BPN Kobar, yang telah dimintai keterangan oleh penyidik, diketahui bahwa proses plotting tidak pernah dilakukan terhadap empat sertifikat yang disengketakan. Padahal, plotting merupakan langkah awal untuk memastikan keabsahan bidang tanah sebelum penerbitan sertifikat.

“Tanpa plotting, legalitas sertifikat layak dipertanyakan. Ini bentuk kelalaian serius dan bisa berdampak hukum,” ujar Amat.

Ia mengaku telah mencoba mengklarifikasi langsung ke kantor BPN Kobar, namun hingga kini belum berhasil menemui pejabat berwenang.

Kritik serupa juga dialamatkan kepada Polres Kobar terkait buruknya komunikasi penyidik dengan pihak pelapor. Sejak laporan resmi disampaikan pada 18 Maret 2025, pihak ahli waris mengaku belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), yang seharusnya diberikan secara berkala.

“Sesuai ketentuan, SP2HP wajib diterbitkan paling lambat sebulan sekali. Ini menyangkut akuntabilitas penyidikan,” kata Amat.

Ia menilai sikap penyidik yang tertutup dan tidak profesional justru menciptakan ketidakpastian hukum. “Ini bukan hanya soal administrasi. Ketegasan dan transparansi adalah fondasi penegakan hukum,” katanya.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari BPN maupun Polres Kobar mengenai lambannya proses penyidikan maupun kejelasan status hukum lahan yang disengketakan.

Sumber : 

Humas MIO INDONESIA.

Comments


EmoticonEmoticon