Serius Selesaikan dan Cegah Konflik Pertanahan, Wamen ATR/Waka BPN Kenalkan Metode LUCIS


Jakarta. Media Dinamika Global. Id.  Selain melakukan percepatan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melaksanakan Reforma Agraria guna menghilangkan ketimpangan dalam kepemilikan dan penggunaan tanah. Pelaksanaan Reforma Agraria juga sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. 

Akan tetapi pelaksanaan Reforma Agraria terus mendapat hambatan dengan adanya sengketa dan konflik pertanahan. Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra mengemukakan beberapa faktor penyebab timbulnya sengketa dan konflik pertanahan. Ia mengungkapkan bahwa belum optimalnya kebijakan satu peta menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya sengketa dan konflik pertanahan. 

“Karena antar Kementerian/Lembaga memiliki perspektif data peta yang berbeda-beda sehingga dapat menimbulkan konflik. Selain itu, Kementerian ATR/BPN tidak memiliki kewenangan dalam menguji materiil,” kata Wamen ATR/Waka BPN saat memberikan paparan dalam _Focus Group Discussion_ (FGD) Ombudsman RI, secara daring, Rabu (18/08/2021).

Belum tertibnya administrasi pertanahan juga menjadi faktor penyebab timbulnya sengketa dan konflik pertanahan. Surya Tjandra mengatakan bahwa memang belum ada pengelolaan _plotting_/pemetaan bidang tanah di suatu desa, namun upaya penyelesaiannya sedang dilakukan melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Faktor penyebab lainnya adalah keterbatasan anggaran dan banyaknya institusi yang mengolah surat tanah. 

Terkait hal tersebut, memang perlu diselesaikan dan perlu peran Ombudsman RI dalam penyelesaiannya. “Efek dominonya adalah sengketa dan konflik pertanahan,” kata Wamen ATR/Waka BPN.

Berdasarkan faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya sengketa dan konflik pertanahan, telah ada model strategi penyelesaian konflik yang dikembangkan oleh Margaret Carr dan Paul Zwick di University of Florida. 

Surya Tjandra mengungkapkan model ini dinamakan _Land-Use Conflict Identification Strategy_ (LUCIS). Model strategi LUCIS merupakan metode yang berbasis sistem informasi geospasial. Dalam perspektif Kementerian ATR/BPN, model ini akan mengombinasikan penataan ruang dengan pengetahuan penatagunaan tanah untuk menjadi dasar kegiatan Reforma Agraria dan penyelesaian konflik agraria.

“Model LUCIS ini akan mengidentifikasi potensi konflik akan terjadi di mana. Misalnya dalam pembangunan infrastruktur, namun dalam suatu wilayah terdapat pemukiman masyarakat lalu juga ada penguasaan fisik tanah dalam waktu yang cukup lama, melalui model ini akan dapat diidentifikasi potensi konfliknya terlebih dahulu,” ujar Wamen ATR/Waka BPN.

Menurut model LUCIS ini terdapat empat faktor terjadinya konflik agraria, yakni perencanaan non-partisipatif, _top down initiative_, inkonsistensi pelaksanaan regulasi serta adanya _missing link_ pada penyusunan regulasi. 

“Model LUCIS ini sedang kami diskusikan di Kementerian ATR/BPN. Ke depan, strategi ini bisa kita jadikan _pilot project_ di berbagai Kantor Wilayah BPN maupun Kantor Pertanahan. Ini perlu direncanakan terlebih dahulu,” kata Surya Tjandra.

Walau sudah ada model yang akan diterapkan, Wamen ATR/Waka BPN menekankan pencegahan sengketa dan konflik melalui kolaborasi atau kerja sama antar lembaga. Hal ini didasarkan kebutuhan untuk melakukan percepatan penyelesaian kasus pertanahan dan mencegah terjadinya kasus pertanahan yang berulang. 

Kementerian ATR/BPN juga telah melakukan perubahan Organisasi dan Tata Kerja (OTK) terutama terkait penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan. “Kementerian ATR/BPN juga sedang menyusun _roadmap_ penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan bersama Universitas Indonesia,” kata Surya Tjandra. (RH/TA/AR).

Load disqus comments

0 comments